Sintang(Kalbar Times)Sejumlah
kalangan Masyarakat mendesak aparat hukum segera mengusut tuntas adanya
indikasi praktek KKN pada proyek pengadaan 64 tempat tidur pasien (Hospital
Bed) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ade M Djoen Sintang yang sumber dananya
berasal dari Dana alokasi Khusus(DAK)
“Pengadaan Proyek Tempat tidur
pasien tersebut jelas-jelas sudah terindikasi ada unsur Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN),”ungkap Sekretaris LSM PISIDA Sintang, Syamsuardi, pada Kalbar
times, rabu(11/9).
Syamsuardi menuturkan, besarnya
anggaran tidak sebanding dengan barang yang dibeli, serta keuntungan kontraktor
melampaui asas kepatutan, telah mengindikasikan bila proyek tersebut syarat
KKN. “Bisa jadi ada permainan antara pihak rumah sakit dengan kontraktor,”
tudingnya.
KKN merupakan tindakan sistemik
yang merugikan negara dan masyarakat. Pihak kepolisian maupun kejaksaan bisa
segera mengambil langkah, mencari dan mengumpulkan bukti-bukti. Tidak perlu menunggu laporan,
karena tindak pidana korupsi bukan dilik aduan.
“Indikasinya telah terjadi
tindak pidana korupsi. Ada upaya memperkaya diri dari proyek tersebut. Baik itu
oknum dari pihak rumah sakit maupun kontraktor. Besar kemungkinan terjadi persekongkolan
keduanya, dan melibatkan pihak lain dalam proses pelelangan,” beber Syamsuardi.
Janggal rasanya bila pengadaan
64 unit tempat tidur hanya memakan dana sekitar Rp Rp 766.080.000, sementara
dianggarkan lebih dari Rp 1,7 miliar. Pihak rumah sakit boleh berdalih jika
sisa dana tersebut untuk pembelian perlengkapan lain seperti bad coper,
selimut, bantal, tiang impus, dan lain-lain.
Namun biaya perlengkapan tersebut tidak akan menelan dana hingga ratusan juta.
“Bisa jadi sejumlah perlengkapan
sudah satu paket dengan tempat tidur. Karena terbilang aneh kalau beli ranjang
tidak dengan bad copernya,” tambah Syamsuardi.
Bila pun harga sejumlah
perlengkapan terpisah dengan 64 unit tempat tidur, lanjut Syamsuardi, biaya
yang digunakan untuk membeli perlengkapan tersebut tidak akan melebihi harga 64
unit tempat tidur. “Kalaupun habis Rp 100 hingga Rp 200 juta, keuntungan
kontraktor masih melampaui asas kepatutan. Keuntungannya masih lebih dari 100
persen. Inilah yang menjadi pertanyaan kita. Kuat dugaan ada permainan secara
struktur terhadap proyek pengadaan tersebut,” tegasnya.
Dalam pemberitaan sebelumnya
bahwa , Koordinator Laskar Anti Korupsi (LAKI) Kapuas Raya, Abang Damsik,
mengindikasikan proyek pengadaan 64 ranjang tempat tidur pasien di RSUD Ade M
Djoen Sintang, bermasalah. Pasalnya, anggaran yang digelontorkan untuk
pengadaan 64 tempat tidur tidak sebanding dengan barang yang dibeli. Pagu dana
yang disiapkan lebih dari Rp 1,7 miliar, sementara barang yang dibeli hanya Rp
766.080.000. Belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen. “Ranjang
yang dibeli Merk Ersa, dan tipe dua engkol,” kata Damsik.
Terlepas dari merk dan tipe
ranjang, lanjut Damsik, harga perunit dibeli Rp 11.970.000. Jika dikalikan 64
unit ranjang, hasilnya baru Rp 766.080.000. Dan, masih ada discont sekitar 30
persen dari penjual. “Kemana sisa uang tersebut? Kenapa sisanya terlalu
fantastis?,” tanya Damsik.
Damsik mensinyalir ada permainan
antara pihak rumah sakit dengan kontraktor, lantaran pagu dana yang
dialokasikan untuk proyek tersebut lebih dari Rp 1,7 miliar. Sementara
azas kepatutan keuntungan kontraktor hanya 10 persen dari nilai proyek.
“Kalau kita lihat sekarang,
keuntungan kontraktor lebih dari 100 persen. Bahkan bisa mencapai Rp 1 Miliar.
Untungnya lebih besar dari nilai proyek yang diadakan,” ujarnya.
Damsik mencium ada indikasi KKN
atau gratifikasi secara struktur dari pengadaan 64 unit ranjang tersebut. Aroma
tak sedap sudah tercium sejak proses tender hingga pengadaan berlangsung.
Hasil Informasi yang dihimpun
oleh awak media Harian Kalbar times, proyek tersebut bersumber dari Dana
Alokasi Khusus (DAK) 2013. Pelelangan dilakukan 1 April 2013 di Layanan
Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Sintang, dan 30 April 2013 diumumkan
pemenang lelang. Harga awal Rp 1.738.584.000. Setelah terjadi proses pelelangan
menjadi Rp 1.734.099.200. Artinya, ada penawaran sekitar Rp 4 juta.
Proyek itu dimenangkan PT Borneo Surya Graha.
Sementara Direktur RSUD Ade M
Djoen Sintang dr Heri Sinto Linoh, membenarkan bila di tahun 2013 pihaknya
melakukan pengadaan sebanyak 64 unit tempat tidur pasien. Proyek tersebut
bersumber dari Dana Alokasi Khusus, senilai kurang lebih Rp 1,7 miliar. Sinto
juga membenarkan bila satu unit tempat tidur Merk Ersa dibeli senilai Rp
11.970.000. Namun ia menampik bila proses pengadaan terjadi tindakan KKN. “Semua
sudah sesuai prosedur. Sesuai Pepres 70 tahun 2012,” tegasnya.
Menurut Sinto, nominal harga
ranjang Rp 11.970.000 perunit, belum termasuk bad coper, selimut, bantal, tiang
impus, serta perlengkapan lainnya. “Pengadaan itu terpisah,” jelasnya
Dicerca pertanyaan soal nominal
harga perlengkapan tempat tidur seperti bad caper, selimut dan lain lain? Sinto
tak bisa menjawab banyak. “Kalau masalah nominal dari barang-barang yang
disebutkan saya kurang tahu karena yang menyediakan adalah pihak kontraktor,
kita hanya menyampaikan,” kilahnya.(Lg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar